Dua Lingkaran Hidup

Banyak orang yang menyerahkan hidupnya ke yang Maha Kuasa sebelum benar benar berusaha. Apa yang mereka pahami sebagai kemauan Tuhan sering kali disalah artikan. Sehingga saat mereka gagal mencapai sesuatu yang dicita citakan, dengan terburu buru mereka mengatakan “Takdir”. Sepantasnya kita memikul konsekuensi kegagalan itu secara bertanggung jawab karena bisa jadi kegagalan itu dikarenakan kecerobohan kita sendiri.

Bahasa Tuhan

Coba kamu ambil sebuah batu dan lempar batu itu ke atas, Coba Perhatikan apa yang terjadi? Karena hukum gravitasi, maka batu itu akan jatuh ke bawah. Jangan katakan “Jika sudah Takdir batu itu tidak akan jatuh, maka batu itu tidak akan jatuh ke tanah”. Inilah yang disebut berbicara bahasa Tuhan.

Jika Tuhan menginginkan sesuatu terjadi, maka terjadilah. Bagaimana dengan kita? Jika kita menginginkan sesuatu terjadi, “Sim Salabim”, terjadi? No Way! Bukannya kita mengingkari ke Maha Kuasaan Tuhan, justru sebaliknya kita meyakini akan tanda tandaNya melalui pikiran kita.

Coba kita cari contoh yang lain. Bagaimana jika kamu melempar biji jagung ke jalan beraspal, apa kamu bisa memastikan kalau jagung tersebut akan tumbuh? Tidak, kecuali ada mukjizat. Semua itu yang disebut HUKUM ALAM.

Untuk lebih memudahkan memahami konsep “Takdir”, coba kamu bayangkan dua lingkaran. Lingkaran pertama kecil, bisa kamu pegang, lingkaran kedua lebih besar dari tubuhmu sehingga tidak bisa kamu pegang.

Area Manusia

Lingkaran pertama adalah lingkaran yang kita bisa kuasai atau kendalikan. Segala perbuatan kita yang kita bisa memilih untuk melakukan ataupun Tidak. Misalnya, berjalan, makan, minum kapan saja kita kehendaki. Bahkan kita bisa memilih melalui jalan yang halal atau haram. Semua ini yang disebut “Ikhtiar” atau usaha kita.

Sekali lagi jangan mengatakan “Kalau sudah Takdirnya aku sampai sana,
maka sampailah sana”. Enak Aja! Ikhtiar dulu dong! Kalau kita jalan kaki, sampai disana 2 jam, kalau naik mobil 10 Menit. Semuanya kita harus berusaha dan bergerak, tidak bisa mendadak sampai sana.

Area Tuhan

Lingkaran kedua adalah lingkaran yang kita dikuasai atau dikendalikan. Oleh siapa? Dikendalikan oleh Tuhan. Bagaimana setelah kita usaha (berjalan atau naik mobil) menuju tempat tujuan kita, tiba tiba ada truk dari arah kanan, sangat tidak disangka tergelincir dan menabrak kita? Itu Namanya terkendali, atau seringkali disebut “takdir”.

Sama juga seperti bencana alam yang tidak pernah kita sangka dan inginkan. Lalu bagaimana menyikapinya? ”Something that can’t you control, just forget it!”. Toh, itu di luar kendali kita. Tugas kita hanya berusaha semaksimal mungkin, hasilnya serahkan yang di Atas. Untungnya cara Tuhan menilai amal kita bukan dari hasilnya tapi dari prosesnya.

Sempurna Ikhtiar

Dengan memahami hal diatas, setidaknya kamu sadar bahwa manusia diciptakan dengan segala perangkat super untuk mengikuti aturan main dari Tuhan. Sehingga untuk menggapai sesuatu harus kita tempuh proses “berusaha (Ikhtiar)” sebelum “pasrah (tawakkal)” pada hasilnya. Namun kita meyakini, jika Tuhan ingin mempermudah jalan kita maka ringanlah beban kita. Oleh karena itu, mengapa kita tidak berusaha melibatkan Tuhan di segala Ikhtiar kita sambil berdoa memohon bantuanNya?

Leave a Reply